ali.maskur388@gmail.com

Selasa, 29 Desember 2015

REFLEKSI KE-6

KOGITO ERGOSUM
(Pemikiran Rene Descartes dengan Eksistensinya)


Bismillahirrahmanirahiim
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokaatuhu

Pertemuan ke-6 ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015, pukul 11.10 WIB s.d 12.50 WIB di ruang 305B gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi S2 Pendidikan Matematika kelas A untuk mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen pengampu Bpk. Prof. Marsigit, MA. Pada pertemuan kali ini, sistem perkuliahan terdiri dari 2 sesi. Untuk sesi yang pertama diadakannya tes jawab singkat kedua, sedangkan untuk sesi kedua diadakannya tanya jawab seputar filsafat (menembus ruang dan waktu).
Pada sesi tanya jawab seputar filsafat, diawali dengan pertanyaan dari Bu Retno: “Bagaimana penjelasan dari dimensi batu yang terdiri atas spiritual, normative, formatif, dan material?
Kemudian Bpk. Prof. Marsigit menanggapi pertanyaan di atas kurang lebihnya sebagai berikut: Perlu diketahui secara seksama, bahwa struktur yang telah disebutkan tadi dalam tes jawab singkat adalah sebagian kecil dari sekian banyak struktur baik yang ada maupun yang mungkin ada. Bahkan dari struktur tersebut dapat dibagi lagi menjadi struktur lainnya, sehingga menjadi lebih beragam. Contoh saja dari struktur yang ada di dunia itu sendiri, seperti: siang dan malam, kiri dan kanan, atas dan bawah. Yang mengindikasikan semua makhluk mengalaminya di dunia ini. Itulah filsafat, yang mencakup semua aspek di dunia ini. Sebab dalam berfilsafat adalah dengan intensif (sedalam-dalamnya) dan ekstensif (seluas-luasnya). Demikian halnya ketika kita mencoba untuk mengidentifikasikan semua struktur, maka tidak akan ada habisnya. Sebagaimana sarung, batu, dsb dapat pula menjadi senjata. Namun seiring dengan perkembangan jaman, maka manusia membuat senjata yang lebih potensial dan efisien. Seperti senjata api, bom, dan lain sebagainya.
Dalam mempelajari filsafat, adanya struktur-struktur yang mengandung manfaat, praktis, dsb yang berpotensial untuk dikembangkan baik itu dalam aspek material, formatif, normative, maupun spiritual supaya manusia berpikir. Sehingga filsafat yang membuat dunia ini selalu mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Artinya, sebenar-benar hidup ialah hidup yang baik dan sukses.
Hidup yang baik dan sukses itu masih terlalu umum, sehingga indicator dari hidup yang baik dan sukses masih sangat luas untuk didefinisikan. Contoh saja, indicator dari hidup yang baik dan sukses saat ini adalah ketika mampu lulus ujian, namun bisa saja di lain kesempatan indicator dari hidup yang baik dan sukses adalah ketika ia memiliki Laptop, HP, mobil, motor, sembuh dari penyakit, memperoleh pekerjaan yang ia idamkan, dan lain sebagainya. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu kehidupan yang dikatakan baik dan sukses adalah ketika seseorang berlaku sopan & santun terhadap ruang dan waktunya. Dan perlu dicermati, bahwa hal yang demikian tadi bukanlah merupakan suatu yang bersifat tetap, melainkan suatu yang bersifat dinamik (berdinamika) atau keseimbangan antara diam dan tetap, dalam filsafatnya ialah yang mampu menembus ruang dan waktu.
Berbicara terkait menembus ruang dan waktu ialah bukan soal keberlakuan bagi makhluk hidup semata seperti manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Melainkan benda mati pun mengalami hal yang demikian (menembus ruang dan waktu). Sebagaimana batu, sadar atau tidak kita sadari bahwa batu pun mengalami “menembus ruang dan waktu”. Contoh saja batu yang saat ini terletak disini bisa jadi di lain kesempatan akan berpindah tempat, bisa dengan tekanan aliran air hujan sehingga dapat berpindah tempat, demikian sebuah batu dapat diteliti umurnya yang mengindikasikan bahwa batu pun menembus ruang dan waktu.
Persoalannya, bagaimana cara manusia menembus waktu? Sehingga timbullah pernyataan “sebenar-benar dunia adalah bahasa itu sendiri”. Dalam filsafat, bahasa itu adalah analitik, sedangkan dunia adalah kata-kata, maka adanya istilah “sebenar-benar dunia menunjukkan kata-katamu. Hal ini yang menjadi refleksi bagi manusia untuk berhati-hati dalam bertutur kata. Ketika aspek dunia dinaikkan ke aspek spiritual, maka kata-kata itu berupa do’a (kata-kata yang berbau spiritualitas).
Begitu banyaknya kata-kata yang dapat diekstensikan, seperti “bilangan”. Apa itu materialnya bilangan? Formalnya bilangan? Normatifnya bilangan? Dan spiritualnya bilangan? Hal ini menunjukkan perbedaan antara bilangan dengan batu, yang mana jika ditinjau dari segi ontology, batu berada di luar pikiran (realism), sedangkan bilangan ada di dalam pikiran (idealism). Dari batu dan bilangan mampu mensimulasikan dunia, hal ini yang menunjukkan bahwa filsafat dapat membangun dunia baik itu dari yang ada maupun yang mungkin ada.
Manusia dapat membangun dunia ketika ia memiliki keterampilan menembus ruang dan waktu secara bijak. Dan penting pula untuk bahan renungan kita, bahwa sebenar-benar musih filsafat ialah ketika ia merasa tahu namun pada hakekatnya ia belum tahu, sehingga menyadari ketika kita belum tahu adalah hal penting yang harus kita tanamkan pada diri kita. Sebagaimana yang dikemukakan oleh filsuf terkemuka Sokrates: “Saya tidak mengerti apa-apa, dan satu-satunya yang saya mengerti adalah bahwa saya tidak mengerti apa-apa”. Ada pelajaran dari pernyataan dari sokrates di atas, bahwa dalam filsafat yang perlu ditanamkan adalah sifat rendah hati dengan manyadari bahwa dalam diri kita itu masih memiliki banyak kekurangan, yang mengiring kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan Pencipta semesta alam Allah SWT.
Selanjutnya, kuliah ini masih diadakannya sesi tanya jawab, yang mana sudah sejauh manakah mahasiswa membaca artikel-artikel, buku-buku yang berbau filsafat. Penanya kedua dari Saudari Evvy: “Bagaimana pandangan filsafat tentang ketidakpercayaan terhadap orang lain?”.
Terkait untaian pertanyaan di atas, Prof. Marsigit menjelaskan sebagai berikut: ketika kita membicarakan tentang kepercayaan, maka kepercayaan itu sendiri ada di dalam dan di luar. Percaya di dalam hati naik ke pikiran, dan di dalam pikiran turun ke hati. Sehingga dalam berfilsafat itu mencari kepastian dan kebenaran. Dan ketika pada titik mencari kepastian dan kebenaran itu, diri kita telah menembus ruang dan waktu yang salah sehingga dapat disebut mitos. Mitos ini artinya keterbatasan yang dipikirkan, dan hal ini kaitannya dengan urusan dunia, dan berfilsafat adalah proses untuk memecahkan perihal-perihal yang berbau mitos. Kecuali dalam aspek spiritual, yang mana keyakinan dalam hati tidak akan mampu dipahami secara menyeluruh dengan pikiran. Jika kita turunkan ke ranah psikologi, bahwa interaksi antara hati dan pikiran akan menghasilkan interkasi, fenomena, dan aktifitas.
Skeptisisme adalah aliran dalam filsafat yang mana seseorang tersebut tidak mempercayai sesuatu, yang membuat ia ragu terhadap sesuatu sehingga ia mencari informasi untuk membangun sesuatu pemahaman yang tak tergoyahkan. Aliran ini memiliki tokohnya yaitu Rene Descartes. Rene Descartes ini menceritakan bahwa ia pernah mengalami mimpi yang khusyuk, sehingga karena kekhusyu’annya dalam bermimpi membuat ia tak dapat membedakan antara ia mimpi atau fakta. Hal ini lah yang membuat Rene Descartes meragukan semuanya termasuk meragukan keyakinannya terhadap Tuhannya. Dengan demikian, Rene Descartes mencoba mencari sebuah kepastian. Akan tetapi muncullah suatu persoalan berikut: apa yang menjadi tolak ukur kepastian? Siapa yang mampu menjamin bahwa dunia ini adalah bukan dunia mimpi? Karena dalam mimpi pun bisa saja terjadi proses kehidupan yang identik dengan dunia nyata.
Di bagian akhir perkuliahan ini, suatu kepastian yang tidak dapat dibantahkan menurut filsafat adalah ketika aku sedang bertanya atau ketika aku sedang memikirkannya, aku ada karena aku berpikir “kogito ergosum” (Rene Descartes). Pernyataan tersebut dapat diekstensikan menjadi “aku ada karena aku berkarya, aku ada karena aku menghasilkan dengan munculnya konsep ada, mengada, sehingga menjadi pengada”.

Wallaahu a’lam bish shoab.

Related Posts:

  • REFLEKSI KE-5 FILSAFAT & BERFILSAFAT (Kunci Terjauhnya Bayang-Bayang Para Mitos) Bismillahirrahmanirahiim Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokaatuhu Pertemuan ke-5 ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 13 oktober 20… Read More
  • REFLEKSI KE-4 RUANG DAN WAKTU (SEBAGAI SATU KESATUAN ELEMEN PENTING) Bismillahirrahmanirahiim Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokaatuhu Pertemuan ke-4 ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 29 September 2015, pukul… Read More
  • Bagaimana Cara Filsafat Memaknai Hidup? Bismillahirrahmanirahiim Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokaatuhu Pertemuan ke-3 ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 22 September 2015, pukul 11.10 WIB s.d 12.50 WIB di ruang 305B gedung lama Pascasarjana Un… Read More
  • REFLEKSI KE-7 MEMAHAMI DIMENSI HIDUP DARI SEGI FILSAFAT Bismillahirrahmanirahiim Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokaatuhu Pertemuan ke-7 ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 27 oktober 2015, pukul 11.10 WIB s.d 12.50 WI… Read More
  • REFLEKSI KE-6 KOGITO ERGOSUM (Pemikiran Rene Descartes dengan Eksistensinya) Bismillahirrahmanirahiim Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokaatuhu Pertemuan ke-6 ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015, puku… Read More

0 komentar:

Posting Komentar