FILSAFAT & BERFILSAFAT
(Kunci Terjauhnya Bayang-Bayang
Para Mitos)
Bismillahirrahmanirahiim
Assalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarokaatuhu
Pertemuan ke-5 ini dilaksanakan pada
hari Selasa tanggal 13 oktober
2015, pukul 11.10 WIB s.d 12.50 WIB di ruang 305B gedung lama Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta Prodi S2 Pendidikan Matematika kelas A untuk mata
kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen pengampu Bpk. Prof. Marsigit, MA. Pada
pertemuan kali ini, sistem perkuliahan diawali dengan penjelasan terkait
pentingnya suatu tes jawab singkat, bukan hanya sekedar nilai semata, melainkan
sebagai pemberian ilmu. Dengan
filsafat adalah proses olah pikir, sehingga ketika melakukan tes jawab singkat
terkait filsafat dari hal-hal yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari pun
mampu untuk mengadakan dan memancing pikiran kita untuk lebih berpikir luas,
cepat, dan sesuai dengan ruang dan waktunya. Menurut beliau, ketika mahasiswa
mampu untuk membaca dan mensintesiskan apa yang ia baca, berarti ia telah
berproses olah pikir, yang tanpa disadari ia telah mencerdaskan pikirannya.
Sebagaimana
telah disinggung di awal tadi, bahwa berfilsafat itu suatu
proses olah pikir, kalau dilihat dari tataran dimensinya maka dimensi yang
terletak paling bawah ialah dimensi material, di atasnya terdapat dimensi
formal dan di atas formal ada dimensi normatif, di atas normatif itu spiritual,
dan dimensi yang tertinggi dalam berfilsafat adalah dimensi spiritual. Maka
terkait masalah jodoh ini harus dijelaskan dari sisi apakah ia itu perkawinan,
apakah ia itu percintaan, atau pernikahan, dan sehebat-hebat pikiranku tidak
lah aku mampu menjelaskan perasaanku walaupun aku setengah manusia atau bahkan
setengah dewa seperti raja Thailand yang dianggap setengah dewa oleh rakyatnya,
dihormati sebagai raja setengah dewa, ia pun tidak akan pernah mampu memikirkan
semua perasaan hatinya. Itu pertanda bahwa pikiran manusia tidak akan mampu
menjangkau spiritualisme secara menyeluruh, hanya sebagian kecil saja yang
mampu dipikirkan oleh manusia. Kemudian sehebat-hebat kalimat atau perkataan
yang diucapkan seseorang, tidaklah mungkin mampu mengucapkan semua yang ada
dipikirannya, ketika terlihat ceria belum tentu perasaan atau pikirannya lagi
senang, bisa jadi ia memikirkan sesuatu hal lain. Dan sehebat-hebat tulisan
seseorang, tidaklah mampu menulis semua hal yang ia pikirkan ataupun yang ia
ucapkan.
Membicarakan
tentang pernikahan, bahwa kata ini pun memiliki struktur yang lengkap, baik itu
ditinjau dari segi meterial, formal, normatif, maupun spiritual. Namun, ada hal
yang kita tidak dapat memikirkannya, misalnya kenapa saya ketemu kamu dan
menikah denganmu? Ranah inilah yang dapat dipahami dari aspek spiritual, bahwa
aspek spiritual yang dapat berperan untuk memecahkan pertanyaan di atas.
Spiritual itu sendiri dari langit turun ke bumi, sedangkan dalam filsafat ialah
terkait yang ada di bumi, sehingga tidak lah mampu untuk memikirkan
urusan-urusan yang ada di langit.
Adanya
pernikahan pun tidak dapat dipisahkan dari kata jodoh, jodoh pun ketika ekstensinya
diturunkan maka ngeri jika dipikirkan, terlalu primitif. Sehingga manusia pun
hidup memiliki potensi untuk menikah. Tentang adanya seseorang yang tidak
menikah di dalam hidupnya, itu di luar dari pembicaraan ini yang sebenarnya
memiliki potensi untuk menikah. Bahkan hewan dan buah-buahan pun juga memiliki
jodoh, demikian yang mengindikasikan bahwa setiap makhluk di muka bumi ini
memiliki potensi untuk berjodoh, sekalipun hewan yang cara berjodohnya sangat miris
jika dipikirkan dengan jodohnya manusia.
Hal demikian
sesuai dengan latar belakangnya, ketika potensi pada tumbuhan ini dinaikkan ke
hewan maka bahasanya pun naluri atau insting, kemudian ketika dinaikkan lagi ke
tingkatan manusia maka bahasanya pun intuisi. Sehingga orang yang cerdas dalam
filsafat adalah orang yang sopan terhadap ruang dan waktunya.
Selanjutnya,
perkuliahan ini membahas tentang manusia yang memiliki tujuan hidup dan
bagaimana ketika tujuan hidupnya itu tidak terpenuhi. Tujuan itu dalam filsafat
adalah idealis, dan idealis itu adalah sesuatu yang ada di dalam pikiran setiap
manusia. Sehingga antara pikiran dan fakta itu belum tentu sinkron. Dalam ranah
kehidupan, baik itu usaha ataupun berpikir adalah dari unsur yang disintesiskan,
contoh saja sintesis antara berhasil dan tidaknya sesuatu, sintesis antara
kenyataan dan tujuannya, atau bahkan sintesis antara sehat dengan sakit.
Semuanya jika dipandang dari sudut pandang spiritual akan bersifat relatif,
tidak absolut, dan yang absolut ialah kekuasaan yang Maha Satu. Demikian
menunjukkan bahwa kriteria kesuksesan ialah relatif, manusia memiliki
perspektif yang berbeda-beda pula. Ada halnya ketika manusia dilanda suatu
kegagalan (tujuan yang tidak sinkron dengan realita), namun setelahnya ia
bertawakal, berdo’a, tetap berusaha dan lain sebagainya. Dan dengan demikian ia
mampu meraih keberhasilan atas kegigihannya. Ini pula yang disebut suatu
keberhasilan dengan tema yang berbeda dari yang lainnya. Hal yang dapat kita
ingat bahwa manusia hidup dengan potensi-potensi yang dimilikinya
masing-masing, sehingga jalannya meraih impiannya pun berbeda-beda. Yang harus
kita cermati bahwa seeorang yang pantang menyerah terkait hal yang ia citakan
kemudian ia meraih kesuksesan dengan kegigihannya merupakan suatu tekad yang
mengagumkan, ia mendapatkan 2 makna pelajaran hidup.
Tak pelak
kehidupan ini diliputi dengan berbagai cobaan, boleh saja orang membuat rencana
dari suatu tujuan secara lurus. Namun bukan berarti kehidupan realitanya pun
akan sejalan yang ia rencanakan/sesuai tujuan. Ini yang menjadi tolak ukur
manusia dalam berkembang, apakah ia pandai bersyukur di atas cobaan yang ia
hadapi atau bahkan ia mengeluh dengan berprasangka negatif terhadap Allah SWT.
Dapat dikatakan pula dengan mendahului kehendak Tuhan atau dalam bahasa jawanya
“nggege mongso”.
Sangkut-paut
dari paragraph di atas dalam bahasa filsafatnya ialah tidak menempatkan sesuatu
hal yang sesuai dengan ruang dan waktunya atau bahasa spiritualnya ialah dzalim
terhadap ruang dan waktu.
Pembahasan
selanjutnya terkait “Kenapa matematika
murni disebut sebagai koherentisme?”. Prof. Marsigit pun menjelaskan bahwa
matematika murni itu hanya seputar membuat definisi, aksioma, dan teorema.
Sehingga teorema yang berjumlah hingga ribuan pun harus memenuhi kaedah
konsistensial atau yang dikenal dalam bahasa filsafatnya koherentisme. Ini pun
ada lawannya, yaitu yang sesuai dengan ruang dan waktu atau dalam bahasa
filsafatnya yaitu korespondensi. Matematika itu hanya membutuhkan logika,
sehingga tidak menuntut kecocokan dengan kenyataan dalam pemisalannya. Hal
inilah yang ditentang oleh tokoh besar Immanuel Kant, yang mengungkapkan bahwa
ilmu itu haruslah berdasarkan pikiran dan pengalaman. Sanggupkah kita untuk
hidup hanya dengan menggunakan pikiran semata? Atau sebaliknya, mampukah kita
hidup hanya dengan pengalaman semata? Demikian dari kedua-duanya itu dapat
saling melengkapi untuk mengarungi suatu kehidupan, bahwa kehidupan ini harus
memenuhi 2 aspek tersebut yaitu pikiran dan pengalaman.
Terakhir
perkuliahan ini membahas tentang ketidakpastian dalam hidup ditinjau dari
kalangan filsuf. Dalam filsafat, hanya terdapat 2 macam persoalan:
a. Jika yang engkau
pikirkan ada dalam pikiranmu maka bagaimana cara engkau menjelaskan kepada
orang lain?
b. Dan jika yang
engkau pikirkan ada di luar pikiranmu, lalu bagaimanakah engkau dapat
memahaminya?
Berfilsafat
adalah mengolah pikir terkait yang ada di kehidupan kita, menjawab terkait 2
poin di atas, sehingga di dalam hidupnya pun terjauh dari para mitos.
Wallaahu a’lam bish shoab
0 komentar:
Posting Komentar