Bismillahirrahmanirahiim
Assalaamu’alaikum
warahmatullaahi wabarokaatuhu
Pertemuan ke-2 ini dilaksanakan pada
hari Selasa tanggal 15 September 2015, pukul 11.10 WIB s.d 12.50 WIB di ruang
305B gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan
Matematika kelas A untuk mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen pengampu Bpk.
Prof. Marsigit, M.A.
Objek filsafat adalah yang ada dan yang
mungkin ada, dan sifat-sifat dari yang
mungkin ada sangat banyak, baik yang telah terjadi, yang sedang terjadi, maupun
yang akan terjadi. Oleh karenanya yang mungkin ada disini konteksnya adalah ada
bagi siapa, karena jika dimisalkan ada bagi guru belum tentu ada bagi siswa
ataupun sebaliknya, ada ku belum tentu atau mungkin saja ada bagimu dan ada mu
belum tentu atau bisa saja mungkin ada bagiku.
Dalam proses pembelajaran adalah ada
bagi guru dan ada bagi siswa, oleh karenanya belajar secara kacamata filsafat
adalah “hanya mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada”. Entah dengan
metode pembelajaran apa yang digunakan dalam proses belajar-mengajar, intinya
belajar secara filsafat adalah meng”ada”kan yang mungkin “ada”, guru memberi
informasi pengetahuan bagi siswa sehingga siswa yang tadinya belum tahu menjadi
tahu, yang tadinya mungkin ada menjadi ada karena bahwa ia tahu (memahami).
Terkait hal-hal yang mungkin ada disini sangat banyak sehingga mengetahui bahwa
yang dimiliki manusia atau pengetahuan yang dimiliki manusia menggambarkan
bahwa manusia adalah makhluk yang sangat
kecil yang tidak layak untuk sombong dengan apa yang ia miliki, baik
kedudukan, gelar, dan lain sebagainya yang dibanggakan. Sehebat-hebat manusia
pun tidak akan dapat mengetahui semua hal, dapat dikatakan manusia pasti
memiliki yang mungkin ada, karena dengan kita memelajari yang ada saja tidak
akan pernah selesai. Perihal yang harus kita syukuri adalah bahwasannya manusia
diilhami sifat lupa, karena adanya sifat ini menunjukkan salah satu dari
keterbatasan manusia. Dan justru keadaan seperti inilah yang membuat manusia
hidup, karena ketika manusia diberikan anugerah untuk memiliki atau mengetahui
semuanya maka manusia tidak akan bisa hidup, dengan istilah lain bahwa
“kehidupan itu ada ketika manusia tidak sempurna”. Sebagai contoh: ketika
seseorang mengetahui perihal yang menyebabkan ia menangis dan pada saat yang
bersamaan ia mengetahui ia mengetahui perihal yang membuat ia tertawa,
sementara ia dalam keadaan tertidur dan tidak tidur, kenyang sekaligus lapar, 2
keadaan yang saling berlawanan dirasakan dalam 1 waktu yang bersamaan, hal yang
demikian sudah membuat seseorang menderita luar biasa. Oleh sebab yang
demikian, kehidupan pada manusia adalah karunia dengan diberi keterbatasan oleh
Allah SWT, keterbatasan dalam mendengar, merasakan, dan lain sebagainya.
Menggarisbawahi tentang cara bersyukur,
maka banyak sekali cara menyukuri ciptaan Allah SWT, salah satunya adalah
dengan merenungkan penciptaan manusia yang dianugerahkannya akal untuk
menyimpan atau menangkap pengetahuan-pengetahuan, merespon kejadian-kejadian di
alam sekitar, berpikir, semua respon tersebut dirancang dengan Maha dahsyatnya
oleh Allah SWT sehingga kinerja anggota tubuh yang satu dengan yang lainnya
bekerja secara sistematis, jauh berkualitas dibandingkan dengan ciptaan manusia
(sepiring nasi dibandingkan dengan sepiring energi listrik), seperti itulah
kelembutan ilmu dan karunia Allah SWT menurut kacamata filsafat.
Kecerobohan, ketidaktelitian manusia
menjadi suatu titik kelemahan pada manusia dan itu adalah bagian dari hidup,
dan dari hal tersebut manusia dapat bertahan hidup, bahwa manusia hanya menuju
ke kesempurnaan, melengkapi dengan menuju sebagai pelengkap. Sebagai contoh
ketika seseorang mengetahui karakteristik orang lain dari informasi yang
diberikan dan sudah saling bertemu tatap muka itu masih berupa wadah, dan
isinya adalah ketika ada dalam pikiran dan memikirkannya dan dalam hati ketika
mendo’akannya.
Problem filsafat ada 2 macam, yaitu:
1. Jika
ia ada di luar pikiranmu, lalu bagaimana engkau mengertinya?
2. Jika
ia ada dalam pikiranmu, maka bagaimana engkau menjelaskannya?
Berfilsafat adalah melalui 2 hal
tersebut. Ketika manusia dapat menjelaskan 2 hal terkait di atas maka alangkah
hebatnya manusia, tetapi seandainya manusia dapat mencapai kesempurnaan itu,
maka sudah tidak ada kehidupan baginya. Karena pada diri manusia, seseoarang
tidak akan pernah bisa menyebutkan semua hal (tanpa terkecuali) tentang dirinya
sendiri.
Prinsip berpikir di dunia menurut
Emmanuel Kant ada 2, yaitu:
1. Prinsip
kontradiksi, predikat tidak akan pernah sama dengan subjeknya.
Contoh: Rambut hitam, bahwa hitam tidak akan pernah
sama dengan rambut, melainkan hitam adalah predikat dari rambut (subjek). Maka
secara filsafat, sebenar-benar hidup adalah interaksi antara wadah dan isi.
2. Prinsip
hukum identitas, ilmu filsafat berbeda dengan ilmu matematika, yang berarti a ≠
a, karena a yang pertama lebih dahulu diucapkan dan terletak berada di depan
ketimbang a yang kedua, sehingga dikatakan ruang dan waktu antara keduanya
berbeda, oleh sebab peduli akan ruang dan waktunya.
Dalam filsafat, membicarakan terkait
matematika hanya ada 2, yaitu: aritmatika (waktu) dan geometri (ruang), yang
lainnya adalah sebagai variasi/kombinasi dari kedua komponen tersebut.
Alat berfilsafat adalah bahasa analog,
bahasa analog ialah lebih lembut, halus, atau bisa dikatakan mendasar dari pada
bahasa kiasan. Jika dalam hati maka dapat bermakna spiritualitas, jadi jarak
antara pikiran dan hati adalah jarak antara dunia dan akhirat, seperti itu
halnya dengan berbahasa analog. Adapun cara memelajari filsafat adalah dengan
metode hidup, metode hidup artinya adanya interaksi di dalamnya, metode yang
sunnatullah, dengan cara metode hidup maka memelajari semua hal pengetahuan itu
secara lembut, tidak terasa transfer pengetahuannya, jauh dari stres, tanpa
disadari pengetahuan itu sudah dimilikinya, dan seharusnya memelajari semua hal
ilmu pengetahuan adalah dengan metode hidup.
Bebicara mengenai tokoh dalam filsafat,
Realisme (realizm) murni maka hal yang tidak ia lihat, dengar, sentuh adalah
tidak ada, dengan tokohnya Aristoteles. Sedangkan Idealisme (idealizm)
menganggap ada walau hanya dalam pikiran (masih teringat dengan jelas kejadian
yang telah berlalu, dengan tokohnya adalah Plato. Kedua-duanya merupakan bagian
penting di dalam kehidupan sehari-hari, dari cara berpikir anak kecil hingga
orang dewasa. Hal demikian dapat dikaitkan dalam dunia pembelajaran, karena
ketika guru tidak tepat dalam memilih metode berpikir pada siswanya, tidak
paham karakteristik muridnya itulah sebenar-benar musuh filsafat. Disini letak
pentingnya memelajari filsafat, agar dapat memosisikan bersikap, baik terhadap
diri sendiri, orang lain, bahkan Allah SWT secara tepat.
Allah SWT berfirman dan secara
berulang-ulang sebanyak 31 kali ayat ini difirmankan dalam surat Ar Rahman
(Yang Maha Pemurah), sebagai peringatan yang diulang-ulang: “FABIAYYI ALAA
IROBBIKUMAA TUKADZDZIBAAN” yang artinya: “Maka nikmat Tuhanmu manakah yang
kamu dustakan?”. Semoga dari materi yang disampaikan oleh Bpk Prof. Marsigit,
MA ini dapat menjadi bahan refleksi bagi diri kita sebagai seorang yang pandai
bersyukur.
Amiiin,
amiiin yaa Rabbal ‘aalamiin
0 komentar:
Posting Komentar