ali.maskur388@gmail.com

Senin, 14 September 2015

Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu Oleh Prof. Dr. Marsigit, MA Part 1



Filsafat ilmu adalah olah pikir, sumber-sumber yang dipikir itu apa saja? bagaimana pembenarannya? bagaimana logikanya? apa saja cakupannya? apa objeknya? apa metodologinya? Bagaimana tatacaranya? Etik dan estetikanya? Kemudian menurut siapa, kapan, dan dimana?
Membicarakan filsafat ilmu berarti juga membicarakan filsafat, filsafat mencakup 3 aspek, yaitu ontologi, epistimologi, dan estetika. Ontologi adalah aspek yang membicarakan tentang hakikat ilmu pengetahuan (wujud), adapun yang dibahas dalam ontologi adalah hakikat realitas. Aspek yang kedua adalah epistimologi, epistimologi yaitu studi tentang pengetahuan, bagaimana kita mengetahui benda-benda, atau epistimologi bisa dikatakan metodologinya. Aspek yang terakhir adalah estetika atau aksiologi, yaitu suatu bidang yang mempelajari nilai, atau melihat kepantasan benar atau salahnya, baik atau buruknya. Filsafat ilmu lebih cenderung ke ranah epistimologi atau yang bisa disebut metodologinya. Namun tidaklah dalam mempelajari ilmu tersebut bisa dipisah-pisahkan salah satunya, dengan artian ketika mempelajari ilmu tersebut (satu sub komponen) maka dengan sendirinya mempelajari yang lain, oleh sebabnya ilmu antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Pun hal tersebut berlaku dalam mempelajari filsafat, ketika mempelajari filsafat ilmu, maka garis besarnya adalah filsafat, yang secara wajib juga mempelajari filsafat.
Filsafat ilmu sebagai olah pikir, maka jangan sampai orang berfikir seperti main layang-layang, seperti penggalan puisi berikut:
Terbang jauh bergoyang-goyang
Tertiuplah angin putuslah benang
aa...aah dikejar sampai pulau seberang
pupus sudah hilang harapan.
Adapun aspek-aspek dalam filsafat dari yang paling keras (perangkat keras) sampai dengan yang paling lunak (perangkat lunak), atau bisa dikatakan dari tingkatan yang paling bawah hingga yang paling atas. Perangkat lunak tersebut jika diperlunak lagi maka menjadi spiritual, bahkan lunaknya spiritual bisa menjadi keikhlasan, sampai-sampai diri sendiri tidak mengetahui/ tidak dapat membedakan antara ikhlas atau tidak, dan yang mengetahui isi hati kita hanyalah Tuhan Sang Pencipta alam semesta. Oleh karenanya setinggi ilmu adalah spiritual yaitu dalam filsafat adalah mengembarakan pikiran (mendapatkan ide-ide dalam pikiran), hal tersebut dibutuhkan batasan-batasannya yaitu spiritualitasnya masing-masing sesuai dengan agamanya masing-masing dan hal ini adalah pokok. Jadi, mengkokohkan spiritualitas dalam diri sebelum mempelajari filsafat.
Dengan belajar filsafat maka sekaligus mematangkan aspek psikologi yang meliputi kesabaran, ketekunan, keuletan, daya juang, dsb (dari diri sendiri). Aspek psikologi berikutnya adalah psikologi belajar orang dewasa, yaitu berani bertanggungjawab atas perbuatannya. Dalam psikologi keilmuan, psikologi belajar, pedagogik atau sebagainya yaitu yang namanya “belajar adalah membangun”, itulah paradigma belajar yang inovatif. Belajar itu adalah bagian dari kehidupan, pendidikan adalah bagian dari kehidupan, maka pendidikan dan belajar tidak lain tidak bukan adalah suatu kehidupan. Mengapa dikatakan bagian dari kehidupan? Karena dalam prosesnya ada awal juga ada akhir. Konsepnya belajar adalah dimanapun berada, kapanpun dan terus menerus, adanya sifat konsisten. Dengan membaca dan merefleksikan terhadap apa-apa yang dibaca maka itu yang dinamakan belajar, belajar ari apapun, tekstual maupun kontekstual, dari buku maupun dari fenomena alam dsb. Tiada filsafat tanpa membaca, dan ketika sudah memiliki bekal ilmu maka dapat dengan membaca fenomena alam, karena tulisan-tulisan yang ada di buku, komputer dan lainnya hanya bersifat terbatas, laboratoriumnya filsafat pun adalah alam semesta dan akhirat. Aktifitas membaca tersebut dengan adanya refleksi di akhir adalah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, dan setinggi-tinggi berpikir/ berpikir tingkat tinggi adalah refleksi, yaitu dengan merefleksikan apa-apa yang dibaca.

0 komentar:

Posting Komentar